Dalam diagnosis dan tata laksana pasien dengan kelainan hemostasis/trombotik evaluasi laboratorium merupakan suatu bagian penting.
Fisiologi hemostasis merupakan penjumlahan dari elemen protein (koagulasi, fibrinolitik, dan antikoagulasi) dan selular (trombosit, endotel, dan leukosit) yang bekerja pada situs jejas vascular untuk mengatur perdarahan tanpa thrombosis oklusif. Kelainan hemostasis perdarahan biasanya dapat disebabkan oleh satu dari tiga kelainan, yaitu: 1. Kelainan atau defisiensi protein plasma, 2. Kelainan jumlah atau fungsi trombosit, dan 3. Kelainan pada interaksi trombosit dan dinding pembuluh darah.
Kelainan protein koagulasi dapat berupa defisiensi protein, protein abnormal yang tidak dapat berfungsi fisiologis, dan terdapat inhibitor pada situs aktif protein atau penginduksi klirens protein. Secara umum, penghambat protein koagulasi adalah immunoglobulin, meskipun telah dilaporkan juga bahwa produksi abnormal dari heparin endogen, fibronektin, atau krioglobulin dapat merupakan sumber dari inhibitor protein koagulasi. Protein koagulasi abnormal dapat berasal dari missense, delesi, maupun translokasi DNA. Sementara itu, peningkatan klirens protein koagulasi dapat terjadi dari kompleks antibody-protein yang dikenal sebagai benda asing dan dibuang dari sirkulasi.
Secara umum, hemartrosis dan perdarahan spontan jaringan dan intramuscular menunjukkan defek protein plasma, misalnya hemophilia A dan B (defisiensi faktor VIII dan IX). Petekiae, purpura, dan ekimosis dengan kelainan penyakit von Willebrand atau kelainan trombosit. Namun untuk membedakan mekanisme yang menyebabkan perdarahan sangatlah sulit dilakukan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap sangat penting dalam pemeriksaan namun tidak cukup spesifik untuk mendiagnosis kelainan perdarahan atau bekuan.
Pemeriksaan Klinik Hemostasis untuk Mendeteksi Defek Koagulasi
- Lee-White Coagulation Time
Waktu pembekuan Lee-White menggunakan tiga tabung yang disimpan dalam suhu 37°C, masing-masing berisi 1 ml darah lengkap. Tabung-tabung ini secara hati-hati dimiringkan setiap 30 detik untuk meningkatkan kontak antara darah dan permukaan kaca untuk melihat kapan pembekuan terjadi. Darah normal membeku secara padat dalam waktu 4-8 menit. Dahulu uji ini digunakan untuk memantau terapi heparin, yang memperpanjang waktu pembekuan.
- Active Coagulation Time
Penambahan Celite (tanah liat halus), mempersingkat waktu pembekuan darah, mengurangi variabilitas tes, dan memungkinkan korelasi yang lebih tepat antara dosis heparin dan hasil lab. Darah normal membeku dalam waktu kurang dari 100 detik bila dimasukkan dalam tabung yang berisi Celite.
- Bleeding time
Memeriksa hemostasis pada luka yang kecil dan dangkal dengan menentukan kecepatan pembentukan sumbat trombosit sehingga mengetahui efisiensi fase vascular dan trombosit pada hemostasis. Tes ini dapat juga mengevaluasi kelainan bawaan trombosit seperti penyakt von Willebrand. Namun ternyata pemeriksaan ini terbatas hanya untuk perdarahan kulit dan tidak berkorelasi pada organ visceral, misalnya pada tindakan operatif. Karena itu, lebih sering digunakan untuk skrining pasien dengan kelainan trombosit, misal gejala perdarahan mukokutan.
- Hitung trombosit
Penghitungan trombosit lebih sulit dilakukan daripada eritrosit maupun leukosit karena ukurannya yang kecil dan cenderung untuk menempel dengan benda lain atau beragregasi.
- Pemeriksaan Fase Koagulasi
ü Activated partial thromboplastin time (aPTT)
Diinduksi aktivasi permukaan (kontak). Pada pemeriksaan ini terjadi autoaktivasi faktor XII dengan substansi bermuatan negative pada reagen. Hal tersebut kemudian memicu kaskade reaksi proteolitik pada system koagulasi. Tes ini memeriksa faktor XII, prekalikrein, HMWK, faktor XI, IX, dan VIII dari system intrinsic serta faktor X, V, protrombin dan fibrinogen dari jalur bersama . Karena pengganti trombosit yang digunakan adalah tromboplastin parsial dalam jumlah yang berlebih, trombosit tidak berpengaruh pada pemeriksaan ini, juga system ekstrinsik (faktor VII) yang memerlukan tromboplastin dari jaringan.
Uji ini dilakukan pada spesimen darah yang telah diberi sitrat. Plasma dikeluarkan dan diletakkan di tabung sampel, tempat zat ini direkalsifikasi dengan kalsium klorida 30 mM, dan ditambahkan suatu reagen yang mengandung faktor aktif-permukaan (kaolin, fosfolipid). Kaolin meningkatkan kecepatan pengaktifan kontak, fosfolipid membentuk permukaan pada tempat di mana reaksi substrat enzim koagulasi dapat berlangsung, dan kalsium menggantikan kalsium yang dikelasi oleh sitrat. Waktu yang diperlukan untuk membentuk suatu bekuan adalah waktu tromboplastin parsial (PTT). PTT yang diaktifkan dalam keadaan normal bervariasi dari 28-40 detik. Kadar faktor di bawah 30% normal akan memperpanjang PTT.
ü Prothrombin time (PT)
Diinduksi penambahan tissue factor (tromboplastin jaringan) yang berlebihan sehingga terbentuk perubahan tidak fisiologis pada hubungan normal faktor-faktor koagulasi dan faktor VIIa dapat mengaktifkan faktor X secara langsung menjadi faktor X a tanpa melewati aktivasi faktor IX (intrinsic). Pemeriksaan ini menggunakan fosfolipid sebagai pengganti trombosit .
PT adalah uji koagulasi yang paling sering dilakukan. Reagen untuk PT adalah tromboplastin jaringan dan kalsium klorida. Apabila ditambahkan ke plasma yang mengandung sitrat, reagen-reagen ini akan menggantikan faktor jaringan untuk mengaktifkan faktor X dengan keberadaan faktor VII tanpa melibatkan trombosit atau prokoagulan jalur intrinsik. Untuk mendapatkan hasil PT normal, plasma harus mengandung paling sedikit 100 mg/dL fibrinogen dan faktor VII, X, V, dan protrombin 10%. Pemanjangan PT dan PTT dapat terjadi karena defisiensi faktor koagulasi multipel, terapi antikoagulan oral, penyakit hati, defisiensi vitamin K, dan defisiensi faktor jalur bersama.
ü Thrombin clotting time (TCT)
Digunakan thrombin eksogen untuk memeriksa integritas substrat fibrinogen. Uji TCT mengukur waktu yang diperlukan oleh spesimen darah yang diberi sitrat untuk membeku setelah ditambahkan kalsium dan sejumlah tertentu trombin. Uji ini mengevaluasi interaksi trombin-fibrinogen. Waktu trombin mungkin memanjang apabila terjadi defisiensi fibrinogen atau apabila terdapat antikoagulan dalam darah yang aktif dan mengintervensi kerja trombin, seperi heparin. Fibrinogen yang abnormal atau kelainan molekul fibrinogen juga dapat dievaluasi dengan uji ini.
Pemeriksaan langsung menilai konversi fibrinogen menjadi fibrin. Diperlukan jumlah minimal α thrombin (3000U/mg) yang dapat mereproduksi bekuan fibrinogen 4-6 U/mL, dalam ± 20 detik.
Pemeriksaan Klinik jalur fibrinolitik
- Thrombin Time
Dapat digunakan untuk menilai pengaktifan jalur fibrinolitik. Karena pengaktifan fibrinolitik menyebabkan pembebasan plasmin, yang memecah fibrin dan fibrinogen, fibrinogen dapat menurun, atau produk penguraian fibrinogen yang dibebaskan akan secara kompetitif menghambat interaksi trombin/fibrinogen. Oleh karena itu bila terdapat produk degradasi fibrinogen dalam sirkulasi, inhibisi kompetitif terhadap interaksi trombin/fibrinogen ini dapat menyebabkan pemanjangan waktu trombin.
Gambar 1. Sistem Koagulasi berdasarkan Pemeriksaan yang Digunakan
- Produk penguraian fibrinogen
Plasmin menguraikan fibrin sebagai substrat fisiologisnya, tetapi juga cepat menguraikan fibrinogen apabila terjadi ketidakseimbangan plasmin, fibrin, dan fibrinogen. Fragmen yang tersisa setelah digesti plasmin tidak saja gagal membeku tetapi juga mengganggu pembekuan fibrinogen. Kadar produk penguraian fibrinogen (FDP) yang tinggi juga mengganggu pembentukan sumbat trombosit. Serum normal tidak mengandung fibrinogen atau FDP, sehingga seharusnya tidak ada yang bereaksi dengan antibodi antifibrinogen. Kadar FDP yang sangat tinggi dijumpai apabila sistem fibrinolitik aktif berlebihan. Pasien dengan gangguan ini memiliki darah yang sulit atau tidak membeku sama sekali.
TES FUNGSI HATI
Mengukur tingkat produk yang dihasilkan hati disebut sebagai tes fungsi hati (liver function test/LFT). Pada LFT ada beberapa keadaan yang umum ditemukan, antara lain adalah gangguan permeabilitas dinding sel, kapasitas sintesis, dan fungsi ekskresi.
TES INTEGRITAS SEL
- ALT (alanin transaminase) atau SGPT (serum glutamate pyruvate transaminase)
ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT.
- AST (aspartat transaminase) atau SGOT (serum glutamate oxcaloacetat transaminase)
AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik penyakit hati.
- GLDH (glutamate dehidrogenase)
GLDH bersifat unikoluker terletak dalam mitochondria. Enzim ini peka karena itu baik untuk deteksi dini kerusakan sel hati. Cortison dan sulfonil urea dosis terapi dapat menurunkan GLDH.
- LDH (laktat dehidrogenase)
LDH adalah enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh, termasuk hati. Peningkatan tingkat dari LDH dapat menunjukkan kerusakan hati.
TES FUNGSI SINTESIS
- Albumin
Pada gangguan fungsi hati kadar dalam darah menurun (hipoalbuminemia). Pemeriksaan yang dapat dipakai adalah cara Bromcresylgreendan elektroforesa.
- Masa Protrombine (PT)
Hati merupakan tempat sintesis Vitamin K dan bahan lain untuk membantu proses koagulasi, jika terdapat kerusakan pada hati, maka akan terdapat masa protrombin memanjang.
- Cholinesterase (ChE)
Penurunan aktivitas ChE lebih spesifik dari pemeriksaan albumin karena aktivitas ChE kurang dipengaruhi faktor-faktor di luar hati dibandingkan dengan pemeriksaan kadar albumin.
TES FUNGSI EKSKRESI
- Bilirubin
Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah. Bilirubin disaring dari darah oleh hati dan dikeluarkan pada cairan empedu. Bila hati rusak maka bilirubin serum meningkat. Sebagian dari bilirubin serum termetabolisme, dan disebut sebagai bilirubin conjugated).Bila meningkat, penyebab biasanya luar hati. Bila bilirubin conjugated rendah sementara bilirubin serum tinggi, kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati. Bilirubin mengandung bahan pewarna, bila tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang menyebabkan ikterus.
- Alkaline Phosphatase (ALP)
ALP meningkat pada berbagai jenis penyakit hati (sirosis, kanker), tetapi juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait dengan hati. ALP sebetulnya adalah suatu kumpulan enzim serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga ditemukan di banyak jaringan lain. Peningkatan ALP dapat terjadi bila saluran cairan empedu dihambat.
- γ-Glutamil Transferase (GGT)
GGT sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain yang toksi bagi hati berlebihan. Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan ALP, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti gula, seumpamanya dalam diet soda, dapat meningkatkan GGT.
Referensi
Dufour DR, Lott JA, Nolte FS, Gretch DR, Koff RS, Seeff LB. Laboratory medicine practice guidelines, Laboratory guidelines for screening, diagnosis and monitoring hepatic injury. The National Academy of Clinical Biochemistry; 2000.
Marlar RA, Fink LM, Miller JL. Laboratory approach to thrombotic risk. In: Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. McPherson RA, Pincus MR. [editor] China: Saunders Elsevier; 2006.
Rodgers GM, Bithell TC. The diagnostic approach to the bleeding disorders. In: Wintrobe’s Clinical Hematology 10th ed. Lee GR, Foerster J, Lukens J, Paraskevas F, Greer J, Rodgers GM. [editor]. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.
Schmaier AH. Laboratory evaluation of hemostatic and thrombotic disorders. In: Hematology basic principles and practice. 5th ed. Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ, Furie B, Silberstein LE, McGlave P, etc. [editor]. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2009.